Politikterkini.com | Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky baru-baru ini menyatakan bahwa Amerika Serikat dan sekutu NATO belum siap untuk mengirimkan bantuan senjata yang sangat dibutuhkan ke Kyiv, serta belum bersedia untuk bertindak sebagai pertahanan udara yang efektif bagi Ukraina.
Dalam pertemuan yang berlangsung pada hari Kamis, Zelensky bertemu dengan Mark Rutte, Sekretaris Jenderal NATO yang baru, bergegas menuju Kyiv hanya dua hari setelah dilantik dalam jabatan penting tersebut.
“Kami akan terus meyakinkan mitra kami tentang perlunya menembak jatuh rudal dan pesawat nirawak Rusia,” kata Zelensky kepada wartawan yang hadir.
“Mereka belum siap,” tambahnya dengan nada yang menunjukkan kekhawatiran.
Upaya Kyiv untuk mendapat dukungan dari negara-negara NATO dalam memperluas jangkauan pertahanan udaranya sudah dilakukan selama berbulan-bulan. Ukraina berargumen bahwa sistem rudal yang telah disumbangkan oleh negara-negara Barat tidak cukup untuk mengatasi serangan Rusia yang terus meningkat.
Sementara itu, Ukraina baru-baru ini menandatangani pakta keamanan dengan Polandia untuk melawan ancaman rudal Rusia. Namun, langkah tersebut terhambat ketika Warsawa menarik diri dengan alasan perlunya berkonsultasi lebih lanjut dengan NATO. Dalam konferensi pers bersama Rutte pada Jumat (4/10/2024), Zelensky kembali menegaskan bahwa Ukraina memerlukan senjata yang cukup, baik dari segi jumlah maupun kualitas, agar dapat membalikkan keadaan di medan perang yang semakin genting.
“Untuk memperjelas kepada Anda, kepada rakyat Ukraina, dan kepada semua orang yang menonton, bahwa NATO mendukung Ukraina,” ujarnya tegas.
Mantan perdana menteri Belanda itu menambahkan bahwa adalah prioritas dan hak istimewanya untuk mendukung Kyiv, serta berkomitmen untuk bekerja demi memastikan Ukraina meraih kemenangan. “Suatu hari nanti, Ukraina akan menjadi anggota penuh NATO,” lanjutnya.
“Rusia tidak memiliki hak suara dan hak veto,” imbuhnya dengan tegas. Namun, saat ditanya mengenai masalah pertahanan udara dan pembatasan penggunaan senjata jarak jauh oleh Ukraina, Rutte mengingatkan bahwa keputusan tersebut tidak sepenuhnya berada di tangan NATO, melainkan merupakan keputusan masing-masing negara anggota.
“Menembak jatuh pesawat tanpa awak atau rudal yang melanggar wilayah Sekutu, tentu saja, merupakan keputusan otoritas nasional,” ungkapnya.
Rutte menjelaskan bahwa meskipun hal ini berkaitan dengan NATO, negara-negara anggota tetap berkomunikasi secara erat ketika situasi tersebut muncul. Mengenai pembatasan penggunaan senjata yang telah dikirim ke Ukraina, Rutte menyatakan bahwa keputusan tersebut sepenuhnya berada di tangan masing-masing sekutu.
“Bukan NATO,” tegasnya, meskipun ia menegaskan bahwa masalah ini akan dibahas lebih lanjut dalam pertemuan yang dijadwalkan pada (12/10/24) mendatang.
Lebih lanjut, Presiden Rusia Vladimir Putin menyampaikan pendapatnya bulan lalu, dan menegaskan bahwa isu yang dihadapi bukan sekadar mengenai izin bagi Ukraina untuk melakukan aksi tertentu, melainkan tentang fakta bahwa penggunaan senjata jarak jauh tidak bisa dilakukan tanpa keterlibatan langsung militer Barat.
“Ini berarti negara-negara NATO, AS, dan negara-negara Eropa akan berperang melawan Rusia,” kata Putin pada waktu itu.
“Ini akan mengubah sifat konflik Ukraina dan mengharuskan Rusia untuk mengambil keputusan yang tepat,” tambahnya. (pt)