Politikterkini.com | Komisi III DPR RI memberikan respons positif terhadap pernyataan Johanis Tanak, selaku Wakil Ketua KPK, yang menyatakan bahwa jika terpilih sebagai Ketua KPK, ia berencana untuk mengakhiri praktik Operasi Tangkap Tangan (OTT). Dalam uji kelayakan dan kepatutan yang dihadirinya sebagai calon pimpinan KPK untuk periode 2024-2029, Tanak menjelaskan pandangannya terkait OTT.
Ia menilai bahwa konsep OTT yang diterapkan selama ini tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang ada, baik dalam pengertian maupun praktiknya berdasarkan aturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Johanis Tanak ungkap bahwa istilah operasi dalam konteks OTT lebih mengarah pada serangkaian kegiatan yang sudah direncanakan, mirip dengan prosedur medis yang dilakukan oleh seorang dokter.
Menurutnya, penangkapan yang dilakukan berdasarkan prinsip tertangkap tangan dalam KUHAP harus dilakukan secara langsung tanpa ada perencanaan sebelumnya. Ia menilai bahwa adanya surat perintah yang digunakan dalam pelaksanaan OTT menunjukkan bahwa hal tersebut sudah direncanakan terlebih dahulu, sehingga tidak sesuai dengan pengertian yang diatur dalam hukum. Kemudian, Rudianto Lallo, anggota Komisi III dari Fraksi NasDem, menanggapi pernyataan Tanak dan mengajukan pertanyaan tentang relevansi OTT ke depan.
Lallo mengemukakan bahwa meskipun banyak orang yang telah dijerat dalam OTT, namun efek jera yang diharapkan tidak terlihat jelas. Ia juga bertanya apakah ke depannya Johanis Tanak akan lebih fokus pada upaya pengembalian kerugian negara daripada terus melanjutkan praktik OTT. Johanis Tanak, yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua KPK, telah menjadi sorotan publik sejak pertama kali dilantik.
Sebelumnya, ia menggantikan Lili Pintauli Siregar yang mengundurkan diri setelah terjerat dalam kasus gratifikasi. Tanak juga pernah gagal dalam seleksi calon pimpinan KPK pada 2019, namun kembali terpilih pada 2022. Beberapa pandangannya sempat menuai kritik, salah satunya ketika ia mengusulkan agar koruptor yang mengembalikan kerugian negara bisa dibebaskan dari proses hukum.
Tanak juga mendukung revisi Undang-Undang KPK yang memberikan kewenangan Dewan Pengawas untuk menghentikan perkara, yang menambah kontroversi seputar kepemimpinannya. Dalam seleksi calon pimpinan KPK periode 2024-2029, Johanis Tanak kembali menjadi perhatian setelah terlibat dalam kasus dugaan pelanggaran etik. Kasus tersebut berawal dari percakapan yang viral antara Tanak dan pejabat Kementerian ESDM, Muhammad Idris Froyoto Sihite.
Dalam percakapan tersebut, terdapat kalimat yang dianggap mencurigakan. Meskipun demikian, Tanak membantah adanya niat tidak baik dalam percakapan itu dan menjelaskan bahwa percakapan itu terjadi sebelum adanya perintah penyelidikan.
Ia juga mengaku tidak mengetahui bahwa Idris telah menjabat sebagai Plh. Direktur Jenderal Minerba saat itu. Setelah diselidiki, Majelis Etik Dewan Pengawas KPK memutuskan bahwa Tanak tidak terbukti melakukan pelanggaran etik. (pt)