Politikterkini.com | Tito Karnavian, selaku Menteri Dalam Negeri memberikan respons positif terhadap rencana Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk merevisi undang-undang yang berkaitan dengan sistem politik dan pemilu menggunakan metode Omnibus Law.
Tito menyatakan bahwa langkah ini bisa menjadi bagian dari upaya untuk memperbaiki sistem demokrasi dan pemilu yang ada di Indonesia saat ini. Dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR RI yang berlangsung pada hari Kamis, (31/10/24), Tito menyampaikan pentingnya pemikiran ulang tentang berbagai aspek sistem demokrasi, termasuk sistem pemilu dan pilkada.
Ia mengatakan bahwa ide untuk menyusun revisi undang-undang dalam satu paket omnibus law adalah hal yang layak untuk dipertimbangkan. Mendagri menekankan bahwa penggunaan metode omnibus law harus menjadi salah satu opsi yang dapat dibahas secara mendalam antara DPR dan pemerintah.
Dia menambahkan, diskusi ini perlu melibatkan kajian ilmiah dari para akademisi dan peneliti untuk memastikan keakuratan dan kelayakan dari revisi yang diusulkan. Sebelumnya, Badan Legislasi DPR RI telah mengungkapkan rencana untuk merevisi delapan undang-undang terkait sistem politik dan pemilu dengan metode omnibus law.
Hal ini diungkapkan oleh Ahmad Doli Kurnia, selaku Wakil Ketua Komisi II DPR RI, dalam rapat dengar pendapat umum yang melibatkan Baleg, Perludem, dan Komnas HAM pada hari Rabu, (30/10/24). Menurut Doli, metode omnibus law sangat efektif untuk menyatukan berbagai regulasi politik yang saling berkaitan menjadi satu undang-undang yang lebih terintegrasi.
Doli menegaskan bahwa sistem politik dan pemilu di Indonesia masih memerlukan penyempurnaan, terutama untuk mengatasi masalah biaya yang tinggi dan kompleksitas dalam pelaksanaan pemilu. Ia mengajak semua pihak untuk mulai membahas perbaikan sistem politik, termasuk penyelenggaraan pemilu yang lebih efisien dan biaya yang lebih terjangkau.
Doli mencatat bahwa ada setidaknya delapan undang-undang yang perlu direvisi dan disatukan melalui metode omnibus law, termasuk UU Pemilu, UU Pilkada, UU Partai Politik, UU MD3, UU Pemerintah Desa, serta UU Hubungan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintah Daerah.
“Karena semua ini berawal dari pemilu, maka sangat penting untuk memulai revisi dari Undang-Undang Pemilu,” kata Doli. Ia berharap agar pembahasan mengenai revisi delapan undang-undang ini dapat diselesaikan sebelum pemilu berikutnya yang dijadwalkan pada tahun 2029.
Doli menekankan bahwa lebih baik melakukan perubahan jauh sebelum pemilu agar terhindar dari kepentingan tertentu dan memberikan waktu yang cukup untuk uji publik serta menyerap aspirasi masyarakat. Hal ini akan memastikan sosialisasi yang baik sebelum tahun 2026, 2027, dan 2028. (pt)